andrew carnegieSetelah tiga pelajaran telah dibahas di artikel sebelumnya, kini saatnya dua pelajaran terakhir: buat sasaran tinggi, dan berikan kembali:

Pelajaran #4: Buat Sasaran yang Tinggi



Andrew Carnegie adalah pelopor perusahaan dengan omzet milyaran dollar AS. Pada saat ia meninggal, ia adalah orang terkaya setelah John D. Rockefeller.

Ia bisa mencapai itu semua karena ia selalu membuat sasaran tinggi. Ia adalah orang yang tidak takut untuk bermimpi besar.

Mengenai sasaran, Carnegie mengingatkan…

Jangan buat kekayaan sebagai sasaran pertama, tapi buatlah kemanfaatan sebagai sasaran pertama.”

Carnegie tahu bahwa jika ia mengutamakan kemanfaatan, maka kekayaan akan mengikuti dengan sendirinya. Ia menetapkan sasaran untuk bisa memberi manfaat pada masyarakat dengan bisnisnya, baru kemudian kekayaan datang padanya.

Ketika masih bekerja sebagai buruh pabrik pun Carnegie selalu memiliki harapan dan sasaran yang tinggi. Ia mengatakan…

“Harapan saya saat itu tinggi, dan setiap harinya saya selalu menunggu datangnya perubahan”

Dalam autobiografinya, Andrew Carnegie mengungkapkan bahwa pada tahun 1850 lah ia mendapatkan “awal pertama untuk memulai hidup”. Sebelumnya ia hanya bekerja di tempat yang gelap dengan upah dua dolar seminggu, di mana tempatnya penuh dengan kotoran batu bara. Namun pada tahun 1850, ia merasa bahwa ia “terangkat ke surga”, karena ia sudah naik pangkat. Saat itu, ia tidak lagi bekerja di tempat yang kotor, namun ia mulai berurusan dengan surat kabar, pena, pensil, dan juga sinar matahari.

Perubahan demi perubahan seperti itu terus ia alami, dan ia berhasil melaluinya dengan baik karena ia selalu percaya bahwa..

“Saya merasa bahwa kaki saya berada di atas anak tangga, dan saya harus terus menaikinya”

Selain itu, perkataan Carnegie yang berbunyi:

“Tujuan besar tiap anak muda seharusnya adalah melakukan sesuatu melebihi kewajibannya – sesuatu yang menarik perhatian orang-orang yang berada di atasnya.”

Menunjukkan bahwa Ia memiliki sasaran yang tinggi, dan ini dilakukannya dengan bergaul bersama orang-orang yang kedudukannya lebih tinggi daripada dirinya.

Memiliki sasaran yang tinggi sama halnya dengan berpikir besar. Namun, jangan pula berpikir yang tidak realistis. Semuanya perlu disertai dengan berpikir realistis. Tidak semuanya akan menjadi apa yang seperti kita harapkan. Jadi, berpikir besar, berpikir positif, dan juga jangan lupa untuk berpikir realistis.

Mengenai berpikir besar, Anda bisa merenungkan kembali kata Benjamin Disraeli: “Hidup terlalu singkat jika hanya digunakan berpikir kecil dan berbuat yang kecil-kecil.”; dan baca juga buku dari David J. Schwartz yang berjudul The Magic of Thinking Big.

Pelajaran #5: Berikan Kembali


“Saya tak bisa membayangkan, apa yang bisa saya lakukan dengan uang sebanyak ini."


Pelajaran inilah yang mungkin paling banyak didapat orang dari Andrew Carnegie.

Di tahun 1889, Carnegie membuat sebuah artikel berjudul “Gospel of Wealth”, di mana ia menyatakan bahwa semua orang kaya wajib menggunakan kekayaan mereka untuk kesejahteraan masyarakat.

“Tak ada orang yang bisa memperkaya diri tanpa memperkaya orang lain,”

“Orang yang mati dalam keadaan kaya adalah aib.”


Antara tahun 1901-1915, Andrew Carnegie membagi-bagikan kekayaannya yang ia dapat dari hasil kerja kerasnya. Selain membuat perpustakaan umum di Amerika, ia juga membuat perpustakaan di negara lain seperti U.K., Kanada, Australia, New Zealand, dan Fiji. Tentu saja ia juga tidak lupa dengan negara Asalnya, Skotlandia, dengan memberi sumbangan dana pada anak-anak muda yang kesulitan biaya masuk universitas.

Sumbangan Carnegie itu terus saja mengalir, sampai akhir hayatnya.

Salah satu lembaga pendidikan gagasannya, Carnegie Institute of Technology, yang dahulunya ia dirikan dengan sumbangan sebesar $2 milyar dolar AS, kini telah menjadi bagian dari Carnegie Mellon University, yang juga merupakan tempat mengajar terakhir Randy Pausch, seorang professor Carnegie Mellon yang kemudian kisah inspiratifnya dibukukan dalam The Last Lecture.

Apa yang dilakukan Carnegie ini bukanlah tanpa alasan. Ia menyadari bahwa ia harus berbagi dengan sesama, dan ini juga sekaligus sebagai perwujudan rasa terima kasihnya pada masyarakat, karena tanpa masyarakat, ia tidak akan bisa sukses.

Meski apa yang dilakukan oleh Andrew Carnegie adalah ungkapan rasa terimakasih, memberi sebenarnya tidak perlu menunggu. Ada banyak orang yang mengatakan bahwa “Kalau saya sudah kaya, maka saya akan membangun masjid”, atau “Kalau saya sudah kaya, saya pasti akan memelihara anak yatim”. Padahal, memberi bisa dimulai dari yang terkecil, dilakukan sedikit demi sedikit, dan akhirnya terus bertambah besar seiring berjalannya waktu.

Ini bisa terjadi, karena Allah pasti memberi reward atas apa yang telah kita berikan. Jika tiap memberi kita mendapat reward, dan reward itu kita berikan lagi, mendapat reward lagi, lalu kita berikan lagi, dan seterusnya, maka hal yang sedikit yang telah kita berikan lama kelamaan bisa menjadi besar.

Carnegie pun begitu. Ketika belum menjadi orang kaya, ia memberikan layanan terbaik ketika ia masih menjadi pegawai. Karena dedikasi dan pemberiannya pada perusahaan, maka ia pun mendapat kenaikan upah, dan seterusnya sehingga ia bisa mendapat kesempatan bekerja sama dengan Thomas Scott, sampai akhirnya bisa memberikan hampir seluruh kekayaannya sebelum ia meninggal.

Sumbangan Andrew Carnegie yang begitu besar ini akhirnya membuat masyarakat Skotlandia mengabadikan sosoknya kedalam sebuah patung di tempat kelahirannya. Tidak hanya itu, di Amerika Serikat sendiri ada banyak hal yang mengandung nama Carnegie, mulai dari nama balai (Carnegie Hall di AS) sampai nama kaktus (Carnegiea). Wow .

Autobiography of Andrew Carnegie