2 Cerita
Ada dua cerita dari dua buku dan penulis berbeda yang pernah saya baca, tapi sebenarnya bisa ditarik sebuah kesimpulan yang sama dari keduanya.
---
Cerita pertama adalah dari buku The Success Principles oleh Jack Canfield:
Di salah satu seminarnya, Jack Canfield melihat dari kejauhan ada seorang pria yang duduk di deretan belakang yang nampak tidak senang. Ia melihat pria tersebut menyilangkan tangan di dadanya dengan wajah yang nampaknya kesal. Di dalam hatinya, Jack berpikir bahwa pria itu pasti dipaksa oleh boss-nya untuk datang ke seminar, atau dia tidak menyukai isi seminar tersebut.
Karena tidak ingin ada salah satu peserta seminar yang merasa tidak senang, Jack memutuskan untuk mendekati pria tersebut. Ia kemudian bertanya langsung padanya apakah ia dipaksa datang atau tidak.
Pria itu menjawab bahwa ia tidak dipaksa datang, dan ia justru sangat menyukai isi seminar tersebut. Hanya saja, ia sedang terkena flu dan ia tidak ingin pulang dan melewatkan seminar yang bagus tersebut.
---
Sementara cerita kedua, pernah saya baca di buku 7 Habits of Highly Effective People oleh Stephen R. Covey:
Pada suatu hari Minggu yang tenang, Stephen sedang berada di sebuah subway di kota New York. Ia melihat bahwa suasana di sana sangat damai dan menyenangkan. Namun, kemudian datanglah seorang pria yang membawa anak-anaknya yang masih kecil. Mereka ternyata tidak bisa diam dan membuat ulah di dalam kereta. Sang ayah yang berada di sebelah Stephen pun hanya duduk terdiam dan memejamkan matanya, tanpa berbuat suatu apa pun.
Karena merasa kesal dan terganggu, Stephen berbicara pada sang ayah dan memintanya untuk melakukan sesuatu. Tapi, kemudian pria tersebut memberikan jawaban yang tidak terduga.
---
Cerita pertama adalah dari buku The Success Principles oleh Jack Canfield:
Di salah satu seminarnya, Jack Canfield melihat dari kejauhan ada seorang pria yang duduk di deretan belakang yang nampak tidak senang. Ia melihat pria tersebut menyilangkan tangan di dadanya dengan wajah yang nampaknya kesal. Di dalam hatinya, Jack berpikir bahwa pria itu pasti dipaksa oleh boss-nya untuk datang ke seminar, atau dia tidak menyukai isi seminar tersebut.
Karena tidak ingin ada salah satu peserta seminar yang merasa tidak senang, Jack memutuskan untuk mendekati pria tersebut. Ia kemudian bertanya langsung padanya apakah ia dipaksa datang atau tidak.
Pria itu menjawab bahwa ia tidak dipaksa datang, dan ia justru sangat menyukai isi seminar tersebut. Hanya saja, ia sedang terkena flu dan ia tidak ingin pulang dan melewatkan seminar yang bagus tersebut.
---
Sementara cerita kedua, pernah saya baca di buku 7 Habits of Highly Effective People oleh Stephen R. Covey:
Pada suatu hari Minggu yang tenang, Stephen sedang berada di sebuah subway di kota New York. Ia melihat bahwa suasana di sana sangat damai dan menyenangkan. Namun, kemudian datanglah seorang pria yang membawa anak-anaknya yang masih kecil. Mereka ternyata tidak bisa diam dan membuat ulah di dalam kereta. Sang ayah yang berada di sebelah Stephen pun hanya duduk terdiam dan memejamkan matanya, tanpa berbuat suatu apa pun.
Karena merasa kesal dan terganggu, Stephen berbicara pada sang ayah dan memintanya untuk melakukan sesuatu. Tapi, kemudian pria tersebut memberikan jawaban yang tidak terduga.
Pria tersebut mengaku sadar bahwa dia perlu melakukan sesuatu, tapi ia dan anak-anaknya baru saja pulang dari rumah sakit di mana ibu mereka baru saja meninggal satu jam yang lalu. Ia mengatakan bahwa ia tidak bisa berpikir lagi dan tak tahu apa yang harus dilakukan.
Seketika itu juga sikap Stephen berubah.---
“Prejudice is a great time saver. It enables you to form opinions without bothering to get facts.” - Anonymous
Gambar: Ashley Coombs on Flickr
11 Komentar
dari dulu hingga sekarang. klo baca post nya Elsa itu selalu saja ada momen beberapa detik untuk diam sejenak setelah selesai baca. sebuah momen reflektif menurut saya. sebuah momen tercerahkan.
BalasHapusgreat post Elsa. :)
Thank u, Pondra ^^
BalasHapusMenurut saya itu sama dengan kekuatan berpikir positip (khusnudzan). Dalam suatu kesempatan training SQ pernah juga ada cerita tentang seorang karyawan yang duduk depan meja kerjanya, namun kakinya terjulur di atas meja. Sang bos marah melihat karyawannya berlaku tidak sopan. Tapi apa jawab karyawan itu?
BalasHapus"Maaf pak, kaki saya sedang sakit, justru saya memaksakan diri untuk tetap datang bekerja ke tempat ini."
@Yoga,
BalasHapusYa, memang benar :-) Kalau bahasa Arabnya memang dikenal dengan suudzon dan khushudzon. Thanks atas tambahan contohnya.
eh salah ketik...khusnudzon maksudnya...he2
BalasHapusTerima kasih sharingnya Elsa. Cerita yang sederhana namun memiliki pesan moral yang sangat dalam. Kita tidak boleh berprasangka kepada orang lain. Jika ada yang kita ragukan dari tindakan seseorang, melakukan konfirmasi adalah tindakan yang lebih bijak.
BalasHapusSukses selalu untuk blog-nya.
dari yang sederhanya bisanya yang bisa nonjok...
BalasHapusboleh juga berkunjug ke artikel saya
nitip: http://adf.ly/7x32z
bagus cocok bngt untuk saya
BalasHapusmantab
BalasHapusnice artikel :)
cerinya bgus gan tpi kurang sdikit apa yaaa bingun aku nulisnya
BalasHapuswoww....
BalasHapuswww.susantidewiok.blogspot.com
Ingin menambahkan sesuatu dari posting di atas? Ingin berdiskusi?
Semuanya dipersilakan, namun mohon maaf karena komentar dengan bahasa yang kurang layak ataupun spam tidak akan saya munculkan.
Mohon pengertiannya :-)