Hidup Seperti Milyarder - Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen
Hidup seperti milyarder = menjadi konsumen cerdas?
Sebelum kita membahasnya, sebelumnya saya ingin bertanya sedikit….
Pernahkah Anda merasa kecewa atas produk atau jasa yang pernah Anda beli?
Atau pernahkah Anda membeli barang karena diskon namun justru tak terpakai karena sebenarnya Anda tidak memerlukannya?
Kalau Anda seperti saya, berarti Anda pernah mengalaminya :-)
Lalu pernahkah Anda memaksakan diri untuk membeli barang bermerek yang harganya selangit dari luar negeri, hanya untuk membuat orang lain terkesan?
Semoga tidak deh….
Padahal, dari buku The Millionaire Next Door dan Stop Acting Rich oleh Thomas J. Stanley, Ph.D yang pernah saya baca, sebagian besar para milyarder yang super kaya itu justru hidup sederhana. Sebagian besar dari mereka justru tidak menyukai barang bermerek yang harganya teramat mahal.
Bukankah ini bertentangan dengan apa yang sering Anda lihat di televisi?
Nah, nanti kita bicarakan lagi masalah ini :-)
Saya membahas hal ini karena menjadi seorang konsumen cerdas sangatlah penting, terutama ketika sekarang perdagangan juga sudah bisa dilakukan secara mudah dari Internet.
Karena itulah DJSPK (Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen) saat ini tengah gencar-gencarnya mengkampanyekan Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen.
Sebagai konsumen, kita sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban. Jika ingin menjadi konsumen yang cerdas, berarti kita tidak hanya perlu berani menuntut hak perlindungan konsumen, namun juga perlu menunaikan kewajiban kita sebagai konsumen.
Kampanye Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen ini memang harus ditanggapi secara serius. Sebab, peran serta kita dengan menjadi konsumen cerdas bisa menghindarkan efek negatif dari mengkonsumsi barang atau jasa tertentu untuk Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan Hidup (K3L).
Lalu apa saja hak dan kewajiban kita sebagai konsumen?
Apa hubungannya dengan para milyarder?
Pertama-tama, mari kita bahas dulu tentang hak dan kewajiban konsumen.Yang termasuk konsumen dalam hal ini bukan hanya orang yang membeli barang atau jasa di toko saja, tetapi termasuk juga pelaku program investasi (yang sering ditemukan penipuan), pasien, nasabah bank, pemirsa televisi, penonton konser, dan lain lain.
Hak Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen
Menurut Kementrian Perdagangan, kewajiban kita adalah sebagai berikut:
- Memperoleh kenyamanan, keamanan serta keselamatan
- Memilih barang atau jasa yang akan dibeli
- Mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur tentang kondisi serta jaminan barang atau jasa yang akan dibeli (termasuk label halal bagi muslim dan tanggal kadaluarsa)
- Menyampaikan pendapat dan keluhan, dan didengarkan pendapat serta keluhan tersebut
- Memperoleh Advokasi
- Memperoleh pembinaan
- Mendapat pelayanan secara baik, benar, dan jujur, serta tidak ada diskriminasi
- Memperoleh ganti rugi ataupun kompensasi
Kewajiban Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen
Jika sudah ada hak perlindungan konsumen, jangan lupakan pula kewajibannya:
- Membaca dengan teliti atau mengikuti petunjuk serta prosedur pemakaian barang atau jasa
- Memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
- Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati sebelumnya
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
Jika Anda tidak merasa puas akan barang atau layanan yang telah Anda bayar, Anda mempunyai hak untuk melaporkan masalah tersebut.
Bagaimana caranya?
1. Melapor Langsung pada Pelaku Usaha
Ini adalah langkah pertama yang perlu Anda ambil, agar masalah bisa diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Namun jika tidak ada jalan keluar, Anda bisa menempuh langkah berikutnya.
2. Melapor ke LPKSM
Jika Anda tidak juga mencapai jalan damai setelah berdiskusi dengan pelaku usaha, maka Anda bisa melapor ke LPKSM atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat untuk mendapat ganti rugi.
Langkah ini juga bisa dipakai apabila Anda memerlukan sebuah dukungan kelompok untuk mendapatkan hak Anda sebagai konsumen cerdas yang paham perlindungan konsumen.
3. Melapor ke BPSK (Badan Penyelesaiaan Sengketa Konsumen)
Jika langkah sebelumnya tidak mempan, maka Anda bisa menyelesaikan masalah tersebut di luar pengadilan. Ini bisa dilakukan melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrasi.
4. Melapor ke Pemerintah
Bisa dilakukan melalui Dinas Indag Provinsi/Kabupaten/Kota, atau Unit /Instansi Pemerintah terkait yang lainnya.
Atau, bisa juga melalui Pos Pengaduan dan Pelayanan Informasi Direktorat Pemberdayaan Konsumen dengan alamat e-mail kip-dpk @ kemendag.go.id (tanpa spasi). Selain itu, bisa juga mengunjungi situs Sistem pengawasan Perlindungan Konsumen DJSPK, yaitu http://siswaspk.kemendag.go.id
5. Pengadilan
Anda bisa juga menyelesaikan masalah di pengadilan, jika tidak bisa diselesaikan dengan cara sebelumnya. Jadi seperti kasus Jupe dan Depe dong…..hehehe
Oh ya, kembali ke para milyarder tadi…
Menurut Kementerian Perdagangan, salah satu kiat menjadi konsumen cerdas adalah dengan membeli sesuai kebutuhan.
Sebuah survey dari Thomas J. Stanley yang dituliskan dalam buku The Millionaire Next Door dan jugaStop Acting Rich and Start Living Like A Real Millionaire, mengungkapkan bahwa para orang super kaya di Amerika (saya kira juga sama di Indonesia atau negara lain) sebagian besar justru tidak mementingkan barang mahal dengan merek dan prestise atau gengsi, yang biasanya dibuat di luar negeri .
![]() |
Buku "Stop Acting Rich" |
Mereka lebih mementingkan kualitas daripada gengsi. Itu tentunya adalah penerapan dari prinsip konsumen cerdas paham perlindungan konsumen :-)
Contohnya, untuk mobil, sebagian besar dari mereka tidak membeli mobil mewah buatan luar negeri (Eropa) seperti Ferrari atau Mercedes Benz. Justru banyak dari mereka yang masih menggunakan mobil tua mereka dengan merek seperti Toyota (Jepang) dan juga Ford, mobil dalam negeri buatan Amerika Serikat.
Saya yakin mereka tidak melakukannya karena pelit, tetapi karena mereka bahagia dan bersyukur dengan mobil yang mereka miliki :-)
Sedangkan mereka yang membeli mobil mewah impor dari Eropa hanya sebagian kecil saja, dan biasanya mereka adalah selebritis.
![]() |
86% Kendaraan Mewah justru dimiliki oleh Non-Milyarder |
Memang adalah hak setiap orang untuk membeli produk dari luar maupun dalam negeri, tetapi tentu ada syaratnya. Ketika semangat mencintai produk dalam negeri digalakkan, seharusnya kualitas tetap diperhatikan.
Kita ini tidak anti impor tapi hanya membatasi produk-produk yang tidak benar. - Gita Wirjawan di detik Finance
Menurut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang lulusan Harvard University ini (yang juga punya hobi bermain piano dan punya rumah produksi musik sendiri), mencintai produk dalam negeri itu perlu, selama produk tersebut memenuhi syarat.
Tapi sayangnya, banyak produsen dari dalam negeri yang menurut saya belum memiliki identitas. Misalnya saja ada produsen smartphone yang meniru persis desain smartphone dari negara lain dengan merek yang lebih terkenal, namun dengan harga yang jauh lebih murah.
Namun sebagai partisipan dalam gerakan Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen, tentu perlu pertimbangan yang tepat sebelum membeli suatu produk atau jasa, seperti yang telah kita bahas sebelumnya di artikel ini.
![]() |
produk tidak memenuhi persyaratan |
Layaknya para milyarder yang diteliti oleh Thomas J. Stanley, Ph.D, sebagai konsumen kita seharusnya lebih mementingkan kualitas, seperti misalnya membeli produk yang memenuhi standar mutu K3L, yang di antaranya adalah memiliki label SNI.
Jika memang kita merasa sudah menunaikan kewajiban sebagai seorang konsumen, maka seperti yang telah kita bahas tadi, berani menuntut hak jika dilanggar oleh pelaku usaha juga harus dilakukan dalam mempraktikkan jargon Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen.
Tak perlu membeli barang mewah impor untuk bisa hidup seperti para milyarder. Menjadi konsumen cerdas adalah salah satu caranya :-)
Update April 2013:
Ternyata Gita Wirjawan nampaknya sependapat dengan saya. Dalam salah satu pernyataannya saat mensosialisasikan tentang hak dan kewajiban konsumen kepada anak-anak sekolah,seperti yang dilansir oleh Liputan6.com, ia mengatakan:
Kalau mau jadi orang kaya, harus sehat dan cerdas. Panggil saya oom. Oom kasih tahu cara menjadi orang cerdas, menjadi konsumen cerdas. Konsumen cerdas tahu 8 haknya. - Gita Wirjawan
Apa yang dimaksud dengan 8 hak konsumen tersebut pada dasarnya sama dengan apa yang ada dalam poin-poin di atas.
Foto: Jimmy Harris
Mohon maaf, komentar baru ditutup karena banyaknya spam untuk artikel ini.
5 Komentar
Informasi yang bagus, gan... Cocok dengan yang saya butuhkan.
BalasHapusBaru-baru ini saya ditipu oleh seorang supplier koyo kaki dari Semarang. Sebelumnya hubungan bisnis kami baik, meski saya blm pernah bertemu orangnya. Sampai suatu ketika saya kulakan produk lumayan banyak. Namun, setelah barang sampai ternyata produk yang saya terima rusak alias kedaluarsa. Tentu saja saya rugi krn saya tidak bisa menjual produk tsb ke konsumen dan agen saya. Beberapa kali saya tanya supplier tsb via sms, tidak ada tanggapan. Saya sungguh kecewa, dunia bisnis online di negeri kita ini rusak gara-gara orang seperti itu. Terbersit niat utk mengumumkan di blog mengenai kasus penipuan yang saya alami.
Kira-kira bagaimana menurut agan? Apa yang sebaiknya saya lakukan? Saya sebetulnya ingin menempuh jalur damai. Saya juga tidak ingin reputasi supplier tsb rusak di mata para konsumennya. Tapi sampai sekarang orang tsb blm ada niat baiknya utk sekedar membalas sms saya sekalipun.
Artikelnya apik. Nyaman sekali membacanya. Semoga sukses ngontesnya ya. Oh ya, ada seorang pembuat hape, entah di negara mana, lupa, aku hanya membacanya sekilas. Produknya itu sudah mendunia, terkenal dan berharga mahal. Tetapi ternyata ia sendiri masih menggunakan hape yang sederhana, dengan tidakbanyak gadget. Alasannya, dia hanya membutuhkan telepon seluler itu menerima dan menelepon juga saling kirim sms. Lainnya tidak. Berbeda dengan kebanyakan orang kita, contohnya aku, hehe. Hapeku BB. Tapi tak suka bbm-an. Karena merasa tak perlu dan menghabiskan waktu. So, kenapa harus BB. Jujur saja, aku belum menjadi konsumen yang cerdas dengan membeli barang atas dasar promosi iklan bukan karena kebutuhan.
BalasHapus@Dewi Iriani
BalasHapusMakasih pujiannya ya :-)
Di buku Thomas J. Stanley (Stop Acting Rich) juga saya pernah baca kalau salah satu milyarder yang ia teliti profesinya sebagai pengusaha wine (haram bagi yang Muslim lho, hanya sebagai contoh saja...hehe), yang biasanya makin mahal makin enak, tapi ia justru tidak suka memilih wine yang super mahal, dan mobilnya pun hanya mobil sedan tua....Menurut Stanley, sebagian besar orang kaya yang ia teliti hanya membayar sekitar $20 ke bawah untuk wine, sementara harganya bisa sampai ribuan dollar terutama kalau usia wine-nya sudah tua.
Tapi memang manusia pada umumnya membeli berdasarkan emosi, bukan akal sehat, termasuk saya. Logika biasanya hanya digunakan untuk membenarkan emosi tersebut.
Bisa dimaklumi :-)
Artikel yang sangat bagus, agar tidak tertipu jadilah konsumen cerdas, jadi jika ada yang masih tertipu perlu adanya kehatia2an lebih lah. Saya juga sangat setuju dengan kutipan "Kalau mau jadi orang kaya, harus sehat dan cerdas. Panggil saya oom. Oom kasih tahu cara menjadi orang cerdas, menjadi konsumen cerdas. Konsumen cerdas tahu 8 haknya. - Gita Wirjawan" . Terimakasih sekali sudah berbagi. Salam Sukses!
BalasHapus@Ilawati Pristiani
BalasHapusYa betul.
Kalau untuk para netters, terutama perlu berhati-hati untuk program investasi online atau eBook yang tidak jelas, yang menjanjikan hal-hal yang sepertinya "too good to be true", meskipun pada kenyataannya memang tidak ada hal yang "terlalu bagus untuk menjadi kenyataan". Tapi memang kebanyakan begitu, banyak penjual eBook yang berlebihan dalam mempromosikan produknya.
Saya pernah beberapa kali membeli eBook yang kualitasnya rendah, namun harganya mahal (saya pernah menulis salah satunya di blog ini), karena dahulu saya belum mengerti bagaimana caranya menjadi konsumen cerdas.
Salam sukses juga ^^
Komentar baru tidak diizinkan.