The Miracle of Giving – Balasan yang Jauh Lebih Berharga dari Uang
gift box |
Saya percaya bahwa jika kita butuh uang, salah satu cara mendapatkannya adalah dengan memberi uang. Rezeki bisa diturunkan dengan mengeluarkan sedekah.
Ketika kita mengeluarkan sedekah dengan ikhlas, saya percaya bahwa Tuhan akan selalu memberi balasannya. Saya telah mencoba “membuktikan” hal ini berkali-kali, dan memang selalu berhasil.
Tapi, balasan sedekah pasti tidak melulu dalam bentuk uang atau materi.
Baru-baru ini, ketika saya mendukung salah satu organisasi dengan membagi sedikiiiiiiiiit (ya, “i” nya banyak sekali…hehe) rezeki, sempat terbersit dalam pikiran kira-kira imbalan apa yang akan Tuhan beri pada saya. Tapi kemudian saya pikir, “sudahlah, buat apa mikir”.
Saya percaya bahwa mengharap balasan pahala dari Tuhan baik dunia maupun akhirat itu sah-sah saja, apa yang tidak baik adalah mengharap balasan dari orang yang kita bantu. Tapi hal yang seperti ini menurut Ali Bin Abi Thalib adalah ibadahnya para pedagang, bukan ibadahnya para orang yang bersyukur, meskipun kesemuanya diperbolehkan.
Kalau masalah hasil sedekah itu bisa kapan saja – bisa hari ini, bisa besok, minggu depan, kapan saja kita tidak tahu. Inilah misteri Ilahi; dan hanya Tuhan yang tahu kapan waktu yang paling tepat bagi kita.
Jadi, setelah saya mengeluarkan sedekah, saya berdoa tentang keinginan saya.
Ternyata, saya mendapatkan sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Kira-kira begini…
Tak lama setelah saya memberi sedikit sumbangan, ketika browsing saya menemukan sebuah video YouTube dari Dr. Wayne Dyer.
Saya sudah tahu karya Wayne Dyer sebelumnya, dan saya pernah melihat beberapa videonya, dan juga mendownload rekaman audio tentang ketika ia berbicara di Tampa, Florida. Tiga tahun lalu saya bahkan pernah berbagi sebuah cerita motivasi darinya tentang supir taksi dengan layanan limousine.
Tapi itu sudah beberapa tahun lalu. Saya dahulu sebenarnya tidak begitu tertarik akan materi dan gaya berbicaranya.
Kira-kira bulan lalu, saya menemukan video Wayne Dyer untuk Nightingale Conant yang diberi judul “How to Be a No Limit Person”.
Ternyata saya sangat, sangat, sangat, sangat suka pesannya.
Setelah itu, saya mencari video dan audio-nya yang lain.
Setelah melihat “How to Be a No Limit Person”, saya menyadari bahwa mungkin (hanya mungkin, atau mungkin saya yang ge-er…), bahwa setelah saya berbagi sedikit rezeki Tuhan memberi saya ini:
Self-contentment atau kepuasan diri.
Ya, berapapun uang tidak akan bisa membelinya, dan hal tersebutlah yang saya butuhkan.
Beberapa waktu lalu saya masih ingin ini, ingin itu, mau beli ini, beli itu, mau begini, begitu, dst hanya karena kepingin saja, tapi sekarang alhamdulillah sudah bisa saya redam ☺
Ini cukup aneh bin ajaib menurut saya, karena hanya beberapa hari sebelum saya melihat video tersebut, saya pernah mendownload “Excuses Begone” dari Wayne Dyer tapi saya tidak suka, dan langsung menghapusnya dari komputer beberapa hari kemudian.
Tapi dalam hitungan hari, saya langsung menjadi salah satu penggemarnya.
Bayangkan…ini seperti halnya sering mendengar musik Cherry Belle di televisi namun tidak peduli, lalu tiba-tiba suatu hari menjadi fans mereka (maaf, bukan maksud saya menjelekkan mereka…ya….☺).
Saya benar-benar tidak bisa menangkap pesan Wayne Dyer beberapa tahun lalu, saya pikir pesannya hampir sama dengan kebanyakan motivator – sampai kemudian saya berbagi sedikit rezeki pada sebuah organisasi. Paling tidak, itulah yang saya rasakan.
Mungkin ini kebetulan saja, tapi tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Itu juga yang disampaikan Wayne Dyer ☺
Selama ini saya lebih tertarik dengan pembicara motivasi seperti Joe Vitale, Brian Tracy, Tony Robbins, dan lainnya. Mereka memang pembicara yang bagus, tapi menurut saya pesan mereka lebih cenderung kepada gol, ambisi, dan lain-lain. Tapi saya tidak membenci mereka, saya masih membaca buku dari mereka, lho.
Sebenarnya saya terinspirasi pesan Joe Vitale untuk pentingya “this moment” atau “saat ini”, (bukan kemarin, bukan besok) setelah mendengar audiobook darinya, tapi menurut saya Wayne Dyer menyampaikan pesan ini dengan lebih baik.
Tentu saja, sejauh yang saya tahu, rasa puas diri diajarkan dalam semua agama.
Gol / cita-cita dan ambisi itu baik, tapi sering kali membuat kita lupa akan kepuasan diri atau self contentment, terutama untuk cita-cita dan ambisi yang hanya ditujukan untuk memuaskan ego kita masing-masing. Kita perlu keseimbangan.
Uang atau materi sebenarnya tidaklah baik, tapi tidak juga buruk, menurut saya. Uang atau materi itu netral, tergantung bagaimana kita memberinya makna.
Jika kita baik, maka materi bisa membuat kita menjadi orang kaya yang baik. Jika kita jahat, materi bisa membuat kita menjadi orang kaya yang jahat.
Tapi kita sering kali memiliki tujuan untuk mendapatkan A, tapi ketika sudah didapat kita ingin AB, setelah itu ABC, ABCD, dan seterusnya.
"…wealth is verdant and sweet. Anyone who takes it in a generous spirit will be blessed in it but anyone who takes it in an avaricious way will not be blessed in it, like someone who eats and is not satisfied..."
"…harta itu hijau lagi manis, maka barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan (ambisius, tamak) maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang…" - (H.R. Bukhari)
Sebenarnya saya sudah mendapat pelajaran kepuasan diri sejak kecil, pelajaran bahwa materi bukanlah identitas kita – baik di sekolah, nasihat orang tua, ceramah pak Ustadz, dll. Tapi selama ini sering kali pelajaran itu bagi saya hanya masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Masuk mata kiri, keluar mata kanan…lho…hehe.
Kita sering terpengaruh oleh opini orang lain – alias apa kata orang. Kita sering memberi identitas pada diri sendiri sesuai dengan apa pekerjaan kita, di mana kita bekerja, penghargaan / piala apa yang kita dapat, sekolah di mana, kendaraan apa yang dimiliki, rumah yang ditinggali, pakaian yang dipakai, berapa uang yang dimiliki, dan lain lain.
Saya mendengar bahwa Wayne Dyer menjual barang yang tidak ia butuhkan, dan pindah ke Maui, Hawaii. Menurutnya, ia juga sudah tidak peduli lagi tentang bukunya ada di peringkat mana di Amazon, berapa juta penjualannya, ia masuk daftar orang berpengaruh atau tidak, tampil di acara televisi mana, dll.
Saya percaya bahwa ia melakukannya bukan karena ia percaya bahwa “materi itu jahat”, tapi karena tujuan hidup bukanlah mengumpulkan materi.
Pesan Wayne Dyer tidaklah tentang satu agama tertentu saja. Ia sering menyebut banyak tokoh dari berbagai agama dalam pembicaraannya, dan juga penyair dan filsuf seperti Jalaluddin Rumi, Lao Tzu, Emily Dickinson, Robert Browning, Kahlil Gibran, dan banyak lagi. Filmnya, The Shift, menceritakan tentang bagaimana bergeser dari “ambisi” ke “makna”.
Sebelumnya ia juga pernah menolak tawaran bermain dalam film The Secret, karena menurutnya "you don't get what you want, you get what you are".
---
“Man never has what he wants, because what he wants is everything.” - C.F. Ramuz (penyair Perancis)
"The mutual rivalry for piling up (the good things of this world) diverts you (from the more serious things)" (Qur’an 102:1)
Foto oleh Shereen M
0 Komentar
Ingin menambahkan sesuatu dari posting di atas? Ingin berdiskusi?
Semuanya dipersilakan, namun mohon maaf karena komentar dengan bahasa yang kurang layak ataupun spam tidak akan saya munculkan.
Mohon pengertiannya :-)