Mengatasi Dilema Memilih Partai Politik
Partai Peserta Pemilihan Umum 2014 [Sumber: PPLN Los Angeles] |
Wow, saya tidak percaya saya menulis tentang politik.
Tapi tinggal beberapa hari lagi pemilu legislatif Insya Allah akan diselenggarakan. Saya yakin banyak masyarakat dilema, mungkin Anda juga, bingung memilih partai yang mana karena semua muncul dengan janji-janjinya.
Karena saya sebenarnya tidak mengerti politik dan sebangsanya, berikut saya ingin berbagi sebuah solusi memilih partai saat pemilihan umum dari beberapa tokoh:
Solusi dari B.J. Habibie
Presiden ke-3 Republik Indonesia ini pernah menyatakan dalam sebuah berita di situs Kompas, bahwa memilih partai politik sebaiknya tidak hanya dilihat dari calon presiden yang diusung oleh partai tersebut saja.
Namun, dia menyarankan agar memilih partai berdasarkan program atau rencana pembangunan yang telah dibuat oleh partai tersebut.
Berikut kutipan pernyataannya:
"Pemilu (9 April) untuk memilih partai, bukan untuk memilih presiden. Jadi bukan nanti, 'Saya mau pilih partai ini karena presidennya ini'. Kita harus pilih partai karena visi misi yang akan diusungnya ke depan,"
Ini karena bila nanti calon legislatif dari partai tersebut menang, maka mereka akan memiliki peran signifikan saat duduk di kursi DPR dan menyusun undang-undang untuk masyarakat Indonesia.
Jadi, solusi yang pertama adalah mempelajari rencana pembangunan sebuah partai.
Solusi dari Abdullah Gymnastiar
Selain tweet tentang tausiyah, da'i yang biasa dipanggil Aa Gym ini pernah men-tweet tentang memilih partai politik menjelang pemilu.
Solusi darinya adalah mempertimbangkan parpol yang tidak bergantung pada figur, serta tidak hanya berorientasi dunia saja, namun juga berorientasi akhirat. Aa Gym juga memberi nasihat untuk memilih parpol yang memiliki tingkat korupsi paling rendah.
Partai yang bagus adalah yang tak takut KPK tapi amat takut perhitungan di akherat
— Abdullah Gymnastiar (@aagym) April 3, 2014
Intinya, kalau misalnya semua partai politik dianggap semuanya buruk, maka pilihlah yang keburukannya paling sedikit.
Namun Aa Gym dalam tweetnya terlihat lebih condong ke salah satu partai, karena dia juga men-tweet sebuah video "ingkar janji" yang pernah dijadikan iklan di stasiun televisi, yang tentunya bukan pilihan Aa Gym, namun dinyatakan tidak sesuai oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Aa Gym juga men-tweet grafik tingkat korupsi partai.
Dalam wawancara di surat kabar, selama ini Aa Gym memang menyatakan ingin netral, tidak condong ke parpol manapun. Namun meskipun tidak secara tersurat, Aa Gym nampaknya mengisyaratkan pilihan partai yang disukai dan tidak disukainya.
Meskipun partai yang Anda pilih tidak sesuai dengan Aa Gym tentu tidak apa-apa, itu hak Anda dan Anda punya pertimbangan sendiri. Semua harus dilakukan dengan niat yang baik, Insya Allah hasilnya baik.
Solusi dari Rustam Ibrahim
Rustam Ibrahim yang merupakan direktur LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) ini juga pernah men-tweet tentang memilih partai, namun seperti Aa Gym, mengarah ke satu partai tertentu. Namun kali ini Rustam menyatakannya secara tersurat.
Dalam kasus ini, Rustam menyebutkan nama PDI Perjuangan. Sekali lagi jika pilihan Anda berbeda tidak apa-apa, karena hal ini hanya pertimbangan dan bisa diterapkan untuk partai lain.
Berlawanan dengan B.J. Habibie, argumen Rustam dalam memilih partai justru berdasarkan siapa calon presiden yang diusung oleh partai tersebut. Selain itu, dia juga menyarankan untuk memilih partai yang memperkuat KPK, bukan justru membubarkannya.
Selain itu, Rustam juga mengatakan bahwa memilih presiden berdasarkan presiden akan memperkuat presidential system yang berarti jumlah partai yang dipilih dapat menurun nantinya.
Bila Anda mendukung seseorang sebagai calon presiden, maka memilih partai dari capres tersebut bisa menjadi solusi, menurut Rustam. Pertimbangannya adalah bila memilih partai yang berbeda, maka Anda justru memberikan kesempatan kepada capres yang tidak Anda pilih, karena pada akhirnya yang memimpin Indonesia adalah presiden.
Berikut kutipan tweet-nya:
Mendukung Jokowi, tapi memilih partai lain,artinya memberikan kesempatan dukungan anda diserahkan ke Capres lain. Jadi demi Jokowi pilih PDIP
— Rustam Ibrahim (@RustamIbrahim) April 5, 2014
Memilih partai berdasarkan Capres yang diusung akan membantu mengurangi jumlah politisi2 pemalas yang sekarang ini banyak duduk di DPR
— Rustam Ibrahim (@RustamIbrahim) April 5, 2014
Pilih partai berdasar Capres. Kalau benar2 dukung Capres Aburizal Bakrie pilih Golkar,dukung Prabowo pilih Gerindra,dukung Jokowi pilih PDIP
— Rustam Ibrahim (@RustamIbrahim) April 5, 2014
Itu bila capres yang Anda dukung adalah Joko Widodo, namun bila yang Anda dukung yang lainnya tentu Anda bisa memilih partai yang sesuai.
Semua terserah Anda, bila masih ragu ada baiknya meminta petunjuk kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaan Anda.
2 Komentar
Khawatirnya, orangnya ganti, tapi job desc "kantornya" itu-itu aja..
BalasHapusNemu postingan lama. Jujur masih trauma suasana politik 2014, terutama pilpresnya....
BalasHapusIngin menambahkan sesuatu dari posting di atas? Ingin berdiskusi?
Semuanya dipersilakan, namun mohon maaf karena komentar dengan bahasa yang kurang layak ataupun spam tidak akan saya munculkan.
Mohon pengertiannya :-)