Ilustrasi [Sumber]


Tak terbayangkan bagaimana kalau seandainya saya tidak punya tangan dan kaki lengkap seperti sekarang ini.

Mata juga alhamdulillah saya punya sempurna, bisa melihat dengan baik (meski harus pakai kacamata untuk jarak jauh).

Hidung saya juga bisa mencium aroma semerbak.....apapun aromanya....

Telinga, apa lagi. Ada dua lengkap, kanan dan kiri. Bisa mendengarkan apapun yang saya inginkan dengan baik.

Tapi meski begitu, kadang saya merasa diri saya tidak bahagia.

“Tidak bahagia? Sedih?”

Bukan....

Kalau kata Tim Ferriss, lawan dari kebahagiaan itu bukan kesedihan, tapi kebosanan.

Bosan, seperti merasa tidak berdaya meski semua sudah punya.

Tapi selalu saja ada yang menyadarkan saya...

Baru-baru ini saya membaca sebuah berita di situs Haberturk.com tentang seorang pria bernama Mustafa Erol yang sepanjang hidupnya tak bisa menggunakan tangan dan kakinya karena penyakit cerebral palcy (kelumpuhan otak).

Mustafa Erol [sumber: Haberturk]

Meski tangan dan kakinya tidak bisa digunakan, dan sehari-hari hanya bisa menggunakan kursi roda, coba tebak apa yang dilakukan Mustafa...

Menulis buku.

Dan tahukah Anda dengan apa ia menulis?

Ia menulis bukunya dengan mengetik di komputer dengan hidungnya.

Hidungnya!

Akhirnya Mustafa yang berusia 33 tahun ini berhasil menyelesaikan sebuah buku yang dalam bahasa Turki judulnya “Herkes Beni Engelli Sanıyor” (Semua Orang Mengira Saya Cacat) setebal 94 halaman.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya?

Untung hidungnya mancung...

Karena aktivitasnya kuliah, jika ada waktu Mustafa mulai mengetik di depan komputer dengan hidungnya hingga akhirnya ia bisa menyelesaikan bukunya dalam waktu 7 tahun.

Tujuh tahun!

Ini baru namanya persistensi.

Dengan bantuan gubernur provinsi Aydın, buku Mustafa pun bisa dicetak untuk kemudian dibagi-bagikan di sekolah-sekolah supaya bisa menjadi contoh untuk anak-anak.

Ayah Mustafa, Mehmet Emin Erol berpesan...

“Kalau orang cacat saja bisa melakukannya, orang sehat harus bisa melakukannya berkali-kali jauh lebih baik.”

Peristiwa ini membuat saya yang kadang berpikir...

“Aku mah apah atuh...”

Alias merasa tak berdaya dan hampa, jadi tersadar kembali.

Ini juga mengingatkan saya akan satu kutipan dari Imam Al-Ghazali, yang bunyinya...

“Jika kau bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka menulislah.” - Imam Al-Ghazali







Sumber: 
http://www.haberturk.com/saglik/haber/1240237-serebral-palsi-hastasi-mustafa-erol-kitabini-7-yilda-bitirdi